Setelah Aceh mengalami
gangguan keamanan yang berkepanjangan. Banyak korban yang berjatuhan baik
korban jiwa,harta dan air mata. Maka pada hari Senin, 19 Mei 2003 Aceh
ditetapkan sebagai daerah Darurat Militer.
Pada saat itu kami sekeluarga sudah
tinggal di Komplek MTsN Model Gandapura. Suasana di komplek madrasah sangat
sunyi, ditambah dengan lampu PLN yang sudah lama tidak hidup, sehingga suasan
mencekam semakin terasa. Tidak terdengar suara orang bermain diluar
rumah, jalan-jalan dalam keadaan sunyi sepi, tidak ada tanda-tanda kehidupan,
seolah olah semuanya sudah dalam kedaan mati.
Di komplek madrasah kami sekeluarga
ditemani oleh seorang pesuruh dan seorang penjaga madrasah. Suasana semakin
sunyi seperti di kuburan. Saya memerintahkan kepada pesuruh dan penjaga
madrasah agar istirahat dan tidak ada yang keluar kamar karena kondisi dalam
keadaan gelap. Kami sekeluargapun ikut beristirahat.
Pada pukul 2.00 dinihari saya bangun
dan memperhatikan kelaur rumah. Terasa bahwa diluar ada suara telapak kaki yang
berjalan hilir mudik dari arah belakang rumah kami tinggal, kebetulan rumah
kami tinggal berbatasan dengan jalan desa yang sering digunakan oleh para pihak
untk kepentingan mereka masing-masing. Dan saya melihat dari kejauhan dari
utara ada cahaya api yang menerangi sekitar. Tidak tahu darimana sumber cahaya
tersebut. Suasana semakin menakutkan. Lalu saya membangunkan isteri saya
memberitahukan bahwa suasana diluar sangat tidak aman, saya sampaikan agar
tidak tidur lagi dan menjaga anak-anak
karena apabila terjadi sesuatu kita dapat dengan mudah keluar, dan kita berdoa
kepada Allah swt agar kita semua dilindungi olehnya. Pada malam tersebut saya
dan isteri saya tidak tidur sampai pagi
hari, Allhamdulillah, pada malam pertama darurat militer kami tidak terjadi
apa-apa.
Siang hari selasa 20 Mei 1999
pembelajaran dimadrasah berjalan seperti biasa. Kebetulan pada hari tersebut,
siswa dan siswi kelas III sedang mengikuti ujian akhir nasional. Anak-anak
datang ke madrasah seperti biasa. Ujian berjalan dengan lancar tanpa hambatan
yang berarti, hanya ada beberapa orang anak tidak hadir tanpa alasan yang
jelas. Pukul 10.00 ujian selesai semua lembaran jawab ujian dikumpulkan oleh
pengawas kemudian peserta ujian dan pengawas pulang, mulai saat itu suasana di
madrasah mulai sunyi kembali, saya sebagai sekretaris panitia UAN di sub rayon
harus mengembalikan LJUN ke Rayon Bireuen. Walaupun kondisi tidak aman saya
bersama wakil ketuan sub rayon Gandapuran berangkat ke Bireuen membawa pulang
LJUN siswa ke dinas Pendidikan di Bireuen. Dalam perjalan dari Gandpura ke
Bireuen, kami berdua mengunakan sepeda motor vesva . kondisi di jalan dalam
keadaan sunyi jarang sekali kita temukan orang lewat. Sepanjang jalan yang kami
tempuh mulai dari geurugok ke Bireuen terasa sekali bahwa kondisi keamanan pada
hari itu adalah darurat militer. Setelah menempuh perjalanan lebih kurang 20
menit kami tiba di Kuta Blang. Dari arah utara kami melihat ada empat titik api
yang sedang membumbung tinggi ke udara, kami berdua tidak tahu apa yang sedang
terbakan, teman saya Bapak Sulaiman (alm) membisik kepada saya, bahwa beliau
tidak berani lagi untuk melanjutkan perjalanan ke Bireuen dijalan tidak ada
seorang pun yang kita temui, hanya pasukan keamanan yang lewat, sedang
masyarakat umum tidak kita temui. Saya menjelaskan kepada beliau kalau kita
pulang maka nasib 1500 orang siswa kita di sub rayon Gandapura tidak menentu,
kalau kita lanjutkan kemudian kita meninggal diperjalanan berarti kita dapat
fahala syahid karena kita meninggal dalam tugas mulia, maka sebaiknya teruskan
perjalanan engantar LJUN ini ke Bireuen.
Sebelum kami berangkat kami shalat
dhuhur di Mesjid Kuta Blang. Setelah itu kami berangkat ke Bireuen dengan
perasaan takut dan tawakkal ala Allah, karena kami yakin bahwa ini datang dari
Allah dan akan kembali kepada Allah.
Sampai di Cot Iju suasa sangat
mencekam, karena SD Cot Iju sedang dilalap si jago merah, kami melahat kearah
utara banyak sekali titik api yang sedang membumbung tinggi ke udara kami
berkesimpulan bahwa banyak sekali gedung sekolah yang sedang terbakar. Tanpa
terasa air mata saya mengalir mebasahi, saya teringat kembali Madrasah saya apa
bila di bakar bagaimana keluarga saya, anak-anak saya, dan isteri saya kemana
meraka harus berlindung. Berbagaimacam pertenyaan muncul di benak saya tanpa
ada jawabannya. Sepeda motor terus terpacu pada pukul 13.00 kami tiba di
Bireuen lalu menyerahkan semua bundel LJUN kepada Panitia Kabupaten, dan kami
langsung pamit pulang.
Di perjalanan pulang dari Bireuen ke
Geurugok kami melihat puluhan titik api yang membumbung tinggi ke udara. Tanpa
ada pembicaraan sepatahkatapun di antara kami berdua, saya terus memacu sepeda
motor agar cepat tiba di rumah. Sejauh mata memandang cuma kami berdua yang ada
diperjalanan.
Sampai dirumah saya beristirahat dan
Shalat Ashar. Lalu datang seseorang menyampaikan berita bahwa nanti malam semua
gedung sekolah yang ada di sekitar kita akan di bumi hanguskan. Dengan
serta merta saya teringat pengalaman dalam pulang dari Bireuen
mengantarkan LJUN siswa bahwa banyak sekali titik api yang terlihat ke udara,
saya yakin bahwa semua titik api itu adalah gedung sekolah yang terbakar. Saya
berterimakasih kepada oarng yag menyampaiikan berita tersebut dengan hati yang
tidak menentu saya menemui komanda koramil untuk melaporkan berita terbaru yang
saya terima. Penjelasan dari Bapak Danramil bahwa Gedung sekolah tidak dapat
diamankan karena jumlah pesonel yang sangat terbatas, sedangkan bantuan
keamanan belum tiba. Karena bapak dan keluarga tinggal di komplek madrasah,
maka sebaiknya mengungsi saja ke kantor koramil pinta Pak Danramil kepada saya.
Saya tidak berhenti sampai disitu.
Dan saya pulang menjumpai isteri saya dan saya sampaikan bahwa saya harus
menemui komandan lapangan GAM di markasnya. Saya mohon kepada isteri saya untuk menjaga anak-anak,
apabila saya tidak pulang jangan dicari lagi besarkan anak-anak sampai dia
dewasa. Karena saya akan pergi ke markas GAM untuk memohon agar madrasah ini
tidak ikut terbakar. Isteri saya menangis,
seraya berkata berangkatlah wahai suami ku semoga Allah melindungi kita semua,
dan tak perlu bersedih dengan kondisi yang kita hadapi karena hidup dan mati
itu di tangan Allah.
Dengan mengucapakan Bisillahi tawakkaltu
ala Allahi wala khaula wala quwwata illa bilah saya berangkat ke Markas GAM lebih kurang 30 km arah selatan madrasah.
Dengan kondisi yang sangat sulit saya bertemu dengan tokoh-tokoh GAM di sana,
karena sebahagian dari mereka adalah murid dan juga teman saya sendiri.
Dengan penuh rasa hormat mereka
mempersilahkan saya untuk menyampaikan keinginan saya menemui mereka. Awalnya
saya tidak berani untuk menyampaikan harapan tersebut karena disekeliling
mereka banyak sekali senjata perang berbagaimacam ukuran. Lalu salah satu
diantara mereka mempersilahkan untuk menyampaikan apa tujuan saya menemui
mereka. Dengan perkataan yang sedikit ragu saya menyampaikan bahwa saya tinggal
di komplek MTsN Gandapura, kami tinggal dalam keadaan gelap gulita kaim tinggal
disana 7 orang, saya dan keluarga saya dan serta seorang pesuruh dan seorang
penjaga madrasah. Seandainya madrasah ini terbakar nantinya saya khawatir nanti
kami ikut terpanggang didalamnya, dan besok anak-anak tidak dapat belajar di
sana dan kita tidak tahu bagaimana nasib anak-anak kita ke depan. Mendengar
penjelasan saya salah seorang dari mereka terbakar emosinya dan dia langsung
menjawab itu bukan urusan bapak kalau bapak ingin selamat keluar saja dari
komplek itu dan kami tidak bertanggungjawab sebelum saya berubah sikap bapak
segera pulang keluar dari sini.Seperti disambar petir rasanya sehingga dada
saya merasa sesak, lalu saya mohon maaf kepada mereka dan mohon pamit pulang.
Kondisi mereka dalam keadaan tegang saya diantar oleh salah seorang anggota
mereka yang kebetulan murid saya sendiri untuk keluar dari markas dan saya pulang
dengan selamat, walaupun tujuan saya tidak terpenuhi.
Pada pukul 17.15 menit saya kembali
kerumah menemui isteri saya, dan menceritakan semua prilaku yang terjadi di
markas, mereka sangat marah dengan apa
yang saya lakukan dan mereka menghardik saya agar segera keluar dari markas
mereka.saya pulang tampa membawa hasil, dan kita tidak aman tinggal disini,
begitu saya sampaikan kepada interi saya tercinta. Dalam fikiran saya tetap berfikir bagai mana
caranya agar madrasah yang saya banggakan tidak dilalap oleh si jago merah.
Lalu isteri saya tercinta menyarankan untuk menemui Pak Geuchik dan masyarakat
sekitar madrasah dan dengan penuh harapan saya menemui Bapak Geuchik dan tokoh
masyarakat sekitar madrasah. Saya menceritakan berita tentang pembakaran
madrasah dan apa yang telah saya tempuh termasuk menemui Dan Ramil dan terakhir
saya menemui tokoh GAM di markasnya. Semua merasa terharu, lalu Pak Geuchik
menyarankan agar nanti malah memasang microfon apabila ada yang masuk ke
pekarangan madrasah agar segera menghidupkan microfon memberitahukan kepada
warga untuk mendapatkan bantuan. Saran itu saya terima dalam waktu sekejab saya
mencari acci untuk kebutuhan microphone dan microphone siap digunakan kapan
saja dibutuhkan sesuai dengan arahan Bapak Geuchik
Menjelang magrib pada malam kedua
darurat militer kondisi sangat hening, seolah-olah burung pun takut berkicau
ditambah dengan lampu dalam kondisi mati membuat suasana semakin mencekam. saya
memerintahkan kepad penjaga madrasah nanti malam kita tidak tidur namun tidak
boleh keluar dari kamar masing-masing kecuali ada aba aba melalui microphone yang
kita pasang untuk memberitahukan kepada masyarakat sekitar. Penjaga dan pesuruh
madrasah mengikuti arahan saya dan mereka masuk ketepat istirahat
masing-masing.
Setelah shalat magrib bersama isteri
dirumah kami tinggal kami berdoa kepada sang pemilik alam semesta yang telah
mengatur segala hal yang akan terjadi didunia yang fana ini bersama isteri saya
tercinta “ Ya allah selamatkanlah kami sekeluarga dari segala mara bahaya, dan
selamatkan juga madrasah yang kami cintai ini dari keangkaramurkaan semua pihak
sehingga anak-anak kami dapat belajar dengan baik, ya Allah engkaulah yang Maha
Kuasa dari semua yang punya Kuasa, engkau Maha pelindung dari segala mara
bahaya, lindungilah kami ya allah… saya mengucapkan doa ini berulang-ulang dan
isteri saya mengamininya dan kami berdua bersimpuh dihadapan Allah dengan
linangan air mata. Dan kami yakin bahwa semua ini terjadi karena kedak daripada
Allah semata.
Setelah selesai shalat kami, makan
bersama-sama dengan tiga orang putri kami yang masih kecil, sambil bencanda
dengan anak-anak apabila terjadi sesuatu pada mala mini kakan dan adik tak perlu
taku ada waled sama ummi yang akan melindingi kalian dan selalu mengikuti
perintah ummi agar anak-anak ummi menjadi anak-anak yang shalehah, setelak itu
kami kami ajak mereka ke kamar tidur untuk beristirahat.
Pada pukul 9.00 malam datang
seseorang memberitahukan bahwa sekolah SMA Gandapura yang berjauhan lebih kuarn
1 km dari madrasah kami telah dibakar oleh orang tak dikenal. Semua masyarakat
sekitar telah keluar dan membantu memadamkan api sehingga sekolah
terselamatkan, sedangkan yang membakar tidak terkangkap, dan orang tersebut
memesan apabila ada yang masuk ke pekarangan madrasah agar segera
memberitahukan kami. Saya tidak dapat mengatakan apa-apa kecuali hanya perkatan
terimakasih yang dapat saya sampaikan atas segala informasi yang diberikan. Saya
panggil isteri saya dan saya sampaikan bahwa SMA telah di bakar namun dapat
diselamatkan oleh warga sekitar, maka kita harus berhati-hati dan jangan lupa kita
berdoa supaya madrasah kita ini juga selamat. Pada malam tersebut saya dan
isteri saya tidak tidur semalaman kami hanya berzikir dan bermunajat kepada
Allah agar kami sekeluarga serta madrasah kami selamat. Dan saya bernazar kepada Allah apabila nantinya
madrasah ini selamat, saya berjanji akan
mengadakan khenduri untuk fakir dan miskin yang ada disekitar madrasah.
Saya melihat jam telah manunjukkan
pukul 1.00, keadaan disekitar madrasah sangat sunyi jangankan suara manusia,
suara binatang pun tidak terdengar saya bersama isteri saya hanya berzikir dan
berzikir. Akhirnya sayup sayub dari kejauhan sudah mulai terdengan suara azan
menggema memecah kesunyian malam,
berarti malam akan berakhir dan
mentari pagi akan segera tiba, seraya mengucapkan alhamdulilah saya membisikkan
ke telinga isterisaya yang sempat terlelap tidur, barangkali malam ini kita
telah diselamatkan oleh Allah swt, semoga selamat untuk seterusnya..amiiinnnn.
Kami berwudhuk dan shalat subuh.
Kemudian mentari pagi datang seperti biasa seolah-olah semalam tidak terjadi
apa-apa, pembelajaran terlaksana seperti biasanya dan semua siswa mengikuti
ujian hari terakhir tanpa ada kendala.
Pada jam 16.00 siang di hari ketiga
darurat militer, setelah menyelesaikan semua tugas-tugas dinas di madrasah
termasuk mengembalikan LJUN siswa ke Bireuen. Saya dipanggil Bapak Danramil
menyampaikan bahwa mulai nanti malam kita sudah petugas keamanan semua gedung
sekolah yang ada disekitar kita akan dijaga oleh petugas keamanan, Bapak
Danramil menginstruksikan kepada saya agar semua keluarga saya serta petugas
yang tinggal di madrasah agar tidak keluar dari ruangan mulai jam 18.20 malam
sampai dengan 7.00 pagi, apapun alasannya, karena siapapun yang berkeliaran di
lokasi madrasah pada jam tersebut akan ditembak ditempat. Apabila ada orang
sakit, Bapak Danramil memberikan kode kepada saya, sebelum agar menghidupkan
lampu senter tiga kali kedipan keatas dan menunggu datang pertolongan. Karena,
lanjut beliau pada saat tersebut madrasah sudah dalam penjagaan ketat pasukan
keamanaan.
Saya pulang ke rumah menyempaikan
berita ini kepada isteri saya, dan beliau sangat gembira, lalu saya panggil
pagawai saya yang menjaga madrasah menyampaikan semua instruksi Bapak Danramil
demi keamanan kita semua. Dan saya sekeluarga merasa sangat bersyukur atas
pertongan Allah ini karena semalaman kami merasa betapa beratnya berada di
malam darurat militer yang telah berlalu dua malam.
Posting Komentar untuk "MALAM DARURAT MILITER"