TIGA MEI YANG TAK TERLUPAKAN

                Senin, 3 Mei 1999 merupaka hari yang tidak terlupakan dalam hidupku, hari merupakan hari pertama pelaksanan ujian akhir bagi siswa/siswa  Madrasah Aliyah yang di kenal dengan istilah UNAS. Pada hari tersebut, saya di temani sepeda motor  dinas  berangkat dari rumah yang terlatak di depan Mesjid Jamik Gandapura pada jam 6.30 pagi menuju Madrasah dimana saya bertugas. Dengan pakaian dinas sipil harian berwarna biru, setelah sarapan pagi bersama isteri tercinta saya berangkat  menuju tempat tugas.

            Pada pagi hari itu perasaan saya terasa lain dari biasanya, ketika saya kelaur dari rumah, saya melihat banyak orang yang berdiri di pinggir jalan sambil melihat kearah timur, karena saya terburu waktu, maka saya tek sempat bertanya kepada mereka kanapa mereka melihat ke arah timur. Dengan mengucapkan Bismillah dan diiringi doa dalam perjalanan saya starter sepeda motor dan bungkusan soal UNAS berangka ke MAN Krueng Geukueh, yang jaraknya elbih kurang 30 Km.

            Dalam perjalan,  keanehan semakin terasa, banyak sekali orang berdiri dipnggir jalan dengan memegang tombak, parang, dan senjata tajam lainnya. Sayup-sayum terdengan pembicaraan mereka hari ini kita akan berperang. Dibenak saya terfikir  mengapa mereka berbicara tentang perang, siapa yang akan mereka perangi, dan dimana oerang tersebut.

            Sepeda Motor saya pacu seperti biasanya. Jam menujukkan pukul 6.45 menit, perasaan saya mulai merasakan masaalah besar yang akan terjadi di depan. Pada saat itu saya telah berada di desa Cot Trueng, orang-orang yang tidak saya kenal semakin banyak di pinggir jalan, wajah mereka bringas dan seperti kuurang tidur, pedal gas sepeda motor saya kendorkan, perjalanan rata-rata 40 km/perjam, hati saya terasa kecut, dan terus berzikir serta berdoa kepada Allah agar tugas saya hari ini berjalan lancer tanpa terasa saa telah tiba di Desa Bungkah.

            Mobil penumpang yang mebawa pegawai yang berjalan di depan saya mulai berjalan sangat pelan, seolah olah ada kemacetan di depan, saya yang menggunakan sepeda motor juga mengikuti irama bus tersebut. Krtika sya telah berada di atas jembatan Bungkah, baru terlihat bahwa diseberang sana ada lautan manusia yang bersenjatakan tombak, parang, pedang dan berbagai macam senjata tajam, hati saya bergemuruh terasa sangat galau, karena wajah mereka tidak bersahabat sama sekali, teriakan ajakan untuk berperang sangat terasa. Dengan ikrar Laa Ilaha Ila Allah di dalah hati, seraya me yerakan diri saya kepada Allah, dan Mengingat Ujian nasional bagi anak didik saya, maka lautan manusia  saya coba terobos.

            Sepuluh meter saya melaju dari jembatan bungkah, berdiri seorang laki-laki menghadang saya dengan pedang terhunus, dia mengatakan kepada saya, dalam bahasa Aceh “ kajak pam ma keuh mantong ka keurija bak kafee penjajah jawa, ku tak keuh uronyo kajak ee maa keuh” lebih kurang pengertiannya adalah “ kurang ajar kau masih bekerja pada bangsa penjajah, maka pada hari ini kau akan ku sembelih”

            Saya tidak dapat mengeluarkan kata-kata sepatahpun menghadapi ancaman tersebut, hati saya menjadi galau, sepeda motor yang saya kenderai tidak bisa mundur, karena jalan yang sangat padat. Untuk mempercepat perjalanan juga tidak bisa, maka pada waktu itu hati saya menjadi sangat gundang. Saya terbayang wajah isteri saya tercinta  bersama  dua orang putri saya di rumah, seraya saya berdoa : seandainya pada hari ini engkau ambil aku disini dalam kondisi aku sedang menjalankan tugas aku terima, namun aku berdoa kepada ya Allah lindungilah isteri dan anan-anak ku dirumah.

            Pedang  ditangan sang pengancam tersebut hampir menyentuh tangan kiri saya, sepintas saya dapat melihat betapa tajamnya pedang orang tersebut,  dalam hati saya terlintas bahwa tangan kiri saya telah putus, sambil berzikir saya terus bergerak, walaupun sangat pelan, tiba-tiba dari kerumunan orang ada yang berteriak dengan keras jangan engkau bunuh belau adalah serang guru. Saya tidak sempat melihat siap yang berteriak, saya terrus bergerak untuk berusaha mengindari dari kerumunan tersebut dan terus berdoa semua saya dapat perlindungan darai Allah.

            Jam telah menunjukkan pukul 7.05 menit, sepeda motor yang saya tumpangi terus berjalan dan budel soal yang ada dibelakang saya masih  utuh dan tiba di Desa Cot Murong pas di depan daya Syamsuddhuha kerumuna orang sudah mulai berkurang saya melaju dengan kecepatan 70 km/perjam dengan rahmat Sang penguasa Alam Allah swt, saya terlepas dari himpitan maut. Dan saya tiba di Madrasah pada pada pukul 7.20 menit.

            Di Madrasah semua rekan rekan guru Madrasah dan para pengawas ujian yang dating dari sekolah lain, merasa wiswas melihat penampilan saya yang pucat dan tidak bergairah, lalu Kepala Urusan Tatausaha bertanya kepada Saya, Pak… kenapa bapak  sangat pucat dan tersa lesu, sedangkan ujian akan segera kita mulai  ?, lalu saya nanti saya ceritakan, lalu saya memerentahkan Kepala tata Usaha sekarang kumpulkan  pengawas untuk meeting dan pengarahan untuk pelaksanaan kegiatan UNAS.

            Ujian telah berjalan dengan baik, dibalik itu saya menceritakan perihal yang saya alami beberapa menit yang lalu dalam perjalanan saya dari rumah ke Madrasah kepada semua guru dan pegawai saya yang ada di Madrasah. Sambil bercerita saya melihat guru dan pegawai saya meneteskan air matanya, saya tidak tahu apakah mereka bayangkan dibenak mereka masing-masing.

            Suasana hening dan sedih mewarnai suasana di madrasah kami pada hari tersebut. Dalam keheningan tersebut, Kepala tata usaha saya berkata: Pak…jangan pakai pakain dinas lagi, dengan serta merta beliau pergi ke pasa membeli baju kaos untk saya menggantikan pakaian dinas yang masih melakat di ttubuh saya. Karena sangat tertekan ketika saya berhadapan dengan ancaman di perjalan tadi, maka sejak saat itu saya berpenampilan seperti orang pasar.

            Ujian terus berjalan, anak anak mengikuti ujin dengan penuh konsentrasi. Jam menunjukkan pekul 10.00, di luar pagar madrasah adanya pergerakan massa untuk mengepung kantor Koramil Dewantara, yang tidak jauh dari Madrasah. Tiba-tiba datang perempuan tengah baya masuk ke pekarangan madrasah, memohon supaya semua ibuk-ibuk keluar untuk berperang tanpa basa-basi, setelah menyampaikan seruan tersebut, saya masuk ruang kantor supaya ujian di percepat karena suasana di depan madrasah tepatnya di Kantor Koramil sudah tegang dan adanya pengarahan massa.

            Semua pengawas UNAS memahami kondisi yang sedang terjadi, lalu menginstruksikan kepada semua siswa yang sedang mengikuti ujian supaya mepercepat menyelesaiikan soal-soal ujian karena kondisi semakin panas. Menjelang ujian selesai, tiba-tiba ada suara pekikan kalimat Allahu Akbar diluar pekarangan Madrasah, saya dan beberapa orang pegawai dan guru keluar, ternyata api sedang membakar kenderaan dinas koramil dewantara, dan orang yang berkumpul di sana semakin bringas dan sudah tidak bisa dikendalikan. Saya masuk kembali ke ruang ujian, saya sampaikan kepada pengawas ujian di hentikan. Kebetulan semua peserta ujian telah siap mengumpulkan semua hasil Ujian mereka dan semua peserta ujian di ijinkan pulang.

            Semua peserta ujian pulang dan pengawas juga pulang,  sedang mengemas lembaran jawab ujian siswa terdengar dari jauh suara letusan senjata api dari arah barat madrasah, semua guru ddan pegawai di madrasah terduduk lesu, saya ikut lemas membayangkan situasi pagi hari yang disuarakan oleh orang orang yang berdiri di pinggir jalan sambil melihat kearah timur dan meneriakkan perang. Dan perang telah di mulai…..

            Berita yang kami terima bahwa di simpang KKA telah berkumpul ribuan orang dari berbagai daerah, dengan membawa senjata pentongan, tombak,lembing, parang, dan pedang serta berbagai senjata lainnya untuk berperang. Dilain pihak ada TNI dari Kesatuan Den Rudal 001/Pulo Rungkom untuk mengamankan situasi, hal seuai dengan apa yang saya lihat sejak dari pagi  ketika saya berangka dari rumah kemadrasah.

            Tanpa terasa air mata saya keluar membasahi pipi, saya teringat akan ancaman yang saya alami  ketika saya dalam perjelanan dari ruumah ke Madrasah. Dalam keheningan tersebut, suara letusan senjata api terus menggema, saya sampaikan kepada semua pegawai saya dan semua guru agar berdoa supaya semua anak didik kita yang barusan pulang tidak ada yang terjebak dalam komplik tersebut. Dan semua pegawai dan guru kalau ingin pulang agar menghindari simpang jalur simpang KKA.

            Setelah semua lembaran jawaban siswa dimasukkan ke dalam kotak saya mohon pamit, untuk membawa pulang lembaran jawab siswa ke posko UNAS di Lhokseumawe, kebetulan arah berlawanan arah dengan simpang KKA yang sedang membara.

            Dalam  perjalanan ke Lhokseumawe, saya harus menempuh zig zag lajan yang ditutup warga. Suasan di jalan menuju lhoksemawe sangat hening, namun karena saya mengemban tugas harus mengembalikan lembar jawab ke Posko UNAS maka dengan sangat berat saya memutuskan tetap berangkat ke Lhokseumawe sekaligus meelaporkan kondisi di Madrasah kepada Kepala Kantor Departemen Agama Kab. Aceh Utara, situasi sangat mencekam. Di perjalanan suara sirene ambulan yang terus meraung raung hilir mudik dari Lhokseumawe menuju ke Simpang KKA, hati saya terus berkecamuk. Benarkah telah terjadi perang besar di Simpang KKA..? Apakah telah banyak yang korban karena   perang tersebut ? air mata saya terus mengalir mengingat isteri dan anak-anak saya masih sangat kecil di rumah, apakah hari ini saya dapat pulang kerumah dengan keadaan selamat, apakh isteri saya akan menjanda dan harus membesarkan anak-anak sendirian, apakah anak-anak saya akan menjadi yatim pada hari ini ?  Dalam lamunan tersebut saya dikejutkan suara sirena Ambulan yang datang dari arah barat menuju kota Lhkoseumaw, karena jalan penuh zig zag dan kondisi ambulan yang terbuka belakang, saya sempat meilihat bahwa didalamnya ada korban yang berlumuran darah, saya yakin bahwa ini adalah korban pertama yang dibawa ambulan ke Rumah Sakit. Namun berselang sesaat datang ambulan yang lain yang membawa kormab selanjutnya.

            Saya terus berjalan dengan hati-hati, beriringan suara sirene ambulan yang tidak henti-henti, dalam keadaan yang sangat galau saya sempat menghintung jumlah ambulan yang sudah lewat, sudah sepuluh ambulan yang membawa korban, saya berkesimpulan bahwa banyak sekali korban dari kejadian tersebut. Lalu lewat mobil Pickup membawa banyak korban luka, karena mobil tersebut sempat berhenti untuk menghindari zig zag yang dipasang warga sepanjang jalan Krueng Geukueh- Lhoksemawe, saya sempat melihat bahwa korban tersebut rata-rata luka dibahagian tubuh mereka, dan saya sempat bertanya kepada petugas PMI yang membawa korban, apakah ada anak sekolah yang terlukan ? mereka menjawab ada pak, tapi kami tidak tahu dari sekolah mana. Dalam hati saya berdoa semoga bukan anak madrasah saya.

            Perjalanan saya tiba di Lhokseumawa pada pukul 12.30, saya laporkan kondisi yang riil di Krueng Geukueh pada ketua sub rayon pelaksanaan UNAS SMA/MA, saya menceritakan semua yang saya alami, ketua sub rayon memberikan semangat yang luar biasa kepada saya dengan catatan kalau besok tak dapat melaksanakan ujian jangan di paksakan, nanti kita cari jalan keluarnya secara bersama-sama. Hati saya sedikit lega, karena saya  khawatir bahawa ada anak kami yang ikut musibah tragedy di simpang KKA.

            Situasi yang sama saya sampaikan kepada kepala kantor departemen agama kabupaten aceh utara, belia memberi semangat yang luar biasa kepaa saya. Pesan belia bahwa kita semua adalah makhluk Allah dan akan kembali kepada Allah, jalani saja seperti air mengalir dengan hati yang ikhlas, semoga Allah melindungi kita semua.

            Pada pukul 16 sore saya mmengambil kesimpulan untuk pulang ke rumah walaupun harus melalui simpang KKA. Kondisi jalan saat itu sudah mulai reda dari suara sirene ambulan, saya berfikir bahwa perang di simpang KKA telah berakhir dan semua korban telah diangkut ke Rumah Sakit di Lhokseumawe. Saya tidak terfikir untuk melihat korban secara langsung ke rumah sakit, karena say ingin segera tiba d rumah untuk bertemu dengan isteri dan anak anak saya.

            Dengan penuh keyakinan dan menharap pertolongan dari Allah, saya memacu sepeda motor dinas Kepala Madrasah yang berwarna hijau tentara kearah barat dari Lhokseumawe menuju Geurugok tempat tinggal saya bersama isteri dan anak-anak saya. Diperjalanan saya terus berzikir dan berdoa supaya saya dapat bertemu kembali dengan isteri dan anak-anak saya. Jalan dalam keadaan sunyi sepi jarang ada kenderaan yang lewat, namun saya tetap yakin bahwa suasana sudah aman.

            Ketika sudah berada di kota Krueng Geukueh saya berhenti sesaat, saya beryatanya kepada orang yang lewat di jalan tentang keadaan di simpang KKA, mereka mengatakan bahwa situasi di simpang KKA sudah Aman tidak ada lagi TNI dan semua orang sudah pulang. Maka saya yakin untuk melawati simpang KKA, ketika pas berada di simpang KKA, terlihat pemandangan yang mencengangkan, karena masih terlihat sisa-sisa perang dan ceceran darah para korban. Saya melawatinya dengan hati yang sangat terharu karena membayangkan orang-orang yang menjadi korban tragedi tersebut yang telah di bawa ke rumah sakit.

            Sepeda motor terus melaju kea rah barat bersama beberapa orang teman yang lain yang sebelumnya sangkut tidak berani melewati Simpang KKA, tepat pada jam 18.00 saya tiba di rumah. Isteri dan anak-anak saya sangat terharu melihat saya telah pulang. Karena sebelumnya banyak beredar isu bahwa di Simpang KKA Krueng Geukueh telah terjadi perang besar antara masyarakat dengan TNI. Dan Madrasah saya bertugas tidak jauh dari tempat tersebut, maklum pada waktu itu ada HP dan kami belum mimiliki jaringan telpon untuk menghubungi keluarga saya.

            Lalu saya menceritakan semua yang saya alami mulai  dari ancaman hendak dibunuh di erjalanan ke madrasah, pembakaran kenderaan dinas koramil di krueng gekueh, suara tembakan setelah ujian  dan saya berangkat lhokseumawe dalam kondisi sangat mencekam. Namun berkat doa isteri dan anak anak saya selamat dan bisa kembali ke rumah dengan selamat. Isteri dan anak-anak saya merasa sangat bahagia dan saya bersyukur kepada Allah swt yang telah mengabulkan doa saya…… allahu akbar.

Posting Komentar untuk "TIGA MEI YANG TAK TERLUPAKAN"